"Rokok Bunuh Semilyar Jiwa" (halaman 1/Harian Rakyat Aceh, 4 Juli 2007)
Headline surat kabar itu membuat saya terhenyak. Permasalahan rokok ternyata jauh dari selesai, mungkin malah semakin buruk. Jika benar data yang dilansir oleh Badan Kesejahteraan Dunia (WHO) ini, maka semilyar bukanlah angka yang sedikit.
Rokok.. benda 9 centimeter yang kecil namun punya daya bunuh tinggi, bukan hanya bagi yang aktif merokok, tapi juga bagi yang pasif merokok. Perokok dikategorikan mejadi dua, perokok aktif-yang aktif menghisap rokok dan perokok pasif-yang tidak merokok, tapi (terpaksa) menghisap asap rokok.
Benda ini mematikan karena rokok (termasuk asap rokok) mengandung 4000 elemen-elemen, yang 200 di antaranya berbahaya adalah racun yang berbahaya bagi kesehatan. Racun yang paling utama ada pada tar (substansi hidrokarbon yang bersifat lengket sehingga bisa menempel di paru-paru), nikotin (zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan), dan karbon monoksida (zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen). Banyaknya racun dalam rokok membuat perokok, baik aktif maupun pasif, mempunyai resiko yang lebih tinggi terkena penyakit berat seperti kanker paru-paru, kanker mulut, kanker tenggorokan, kanker esophagus, kanker kandung kemih, dan tentu saja serangan jantung. Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung, serta tekanan darah tinggi.
Kebanyakan perokok berasal dari negara-negara berkembang karena banyak negara maju telah membuat larangan merokok di tempat umum, menaikkan harga rokok setinggi-tingginya, yang pada akhirnya dapat mematikan industri rokok itu sendiri. Data terbaru dari WHO memperkirakan bahwa 59 % pria berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian, dan konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan ke-4 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar). Sungguh menakjubkan. Saya juga terhenyak melihat sebuah artikel yang saya baca di internet, bahwa tidak ada keadaan yang paling miskin untuk seseorang perokok. Mereka boleh mempunyai pendapatan yang sangat rendah dalam sehari, namun tetap saja rokok tidak boleh ditinggalkan. Perokok yang paling miskin sekalipun, pasti akan mengalokasikan uangnya untuk sebatang rokok.
Mungkin para perokok aktif belum pernah menghitung berapa uang yang terbuang hanya untuk rokok. Saya pikir, kenapa tidak langsung membakar uang begitu saja kalau memang niat buang-buang uang. Karena buat saya, merokok identik dengan itu. Para perokok aktif mungkin belum pernah tahu bahwa kegiatan merokoknya, terutama di surga perokok seperti Indonesia, tidak hanya menyebabkan dirinya tergatung dan beresiko sakit keras, tapi juga membahayakan nyawa orang lain.
Sekilas membaca puisi Taufik Ismail, tuhan sembilan senti, saya kembali terkejut. Saya tidak pernah berpikir bagaimana rokok dapat lebih berbahaya dari penyakit mematikan seperti AIDS. Bersebelahan dengan dua orang pelaku seks aktif di luar nikah yang sedang bergumul, tidak membuat kita sakit AIDS. Yang ada mungkin penyakit ingin :p Tapi bersebelahan dengan perokok aktif, dapat menyebabkan gangguan pada janin yang tengah Anda kandung atau penyakit kanker yang telah saya tulis di atas.
Headline surat kabar itu membuat saya terhenyak. Permasalahan rokok ternyata jauh dari selesai, mungkin malah semakin buruk. Jika benar data yang dilansir oleh Badan Kesejahteraan Dunia (WHO) ini, maka semilyar bukanlah angka yang sedikit.
Rokok.. benda 9 centimeter yang kecil namun punya daya bunuh tinggi, bukan hanya bagi yang aktif merokok, tapi juga bagi yang pasif merokok. Perokok dikategorikan mejadi dua, perokok aktif-yang aktif menghisap rokok dan perokok pasif-yang tidak merokok, tapi (terpaksa) menghisap asap rokok.
Benda ini mematikan karena rokok (termasuk asap rokok) mengandung 4000 elemen-elemen, yang 200 di antaranya berbahaya adalah racun yang berbahaya bagi kesehatan. Racun yang paling utama ada pada tar (substansi hidrokarbon yang bersifat lengket sehingga bisa menempel di paru-paru), nikotin (zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan), dan karbon monoksida (zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen). Banyaknya racun dalam rokok membuat perokok, baik aktif maupun pasif, mempunyai resiko yang lebih tinggi terkena penyakit berat seperti kanker paru-paru, kanker mulut, kanker tenggorokan, kanker esophagus, kanker kandung kemih, dan tentu saja serangan jantung. Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung, serta tekanan darah tinggi.
Kebanyakan perokok berasal dari negara-negara berkembang karena banyak negara maju telah membuat larangan merokok di tempat umum, menaikkan harga rokok setinggi-tingginya, yang pada akhirnya dapat mematikan industri rokok itu sendiri. Data terbaru dari WHO memperkirakan bahwa 59 % pria berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian, dan konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan ke-4 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar). Sungguh menakjubkan. Saya juga terhenyak melihat sebuah artikel yang saya baca di internet, bahwa tidak ada keadaan yang paling miskin untuk seseorang perokok. Mereka boleh mempunyai pendapatan yang sangat rendah dalam sehari, namun tetap saja rokok tidak boleh ditinggalkan. Perokok yang paling miskin sekalipun, pasti akan mengalokasikan uangnya untuk sebatang rokok.
Mungkin para perokok aktif belum pernah menghitung berapa uang yang terbuang hanya untuk rokok. Saya pikir, kenapa tidak langsung membakar uang begitu saja kalau memang niat buang-buang uang. Karena buat saya, merokok identik dengan itu. Para perokok aktif mungkin belum pernah tahu bahwa kegiatan merokoknya, terutama di surga perokok seperti Indonesia, tidak hanya menyebabkan dirinya tergatung dan beresiko sakit keras, tapi juga membahayakan nyawa orang lain.
Sekilas membaca puisi Taufik Ismail, tuhan sembilan senti, saya kembali terkejut. Saya tidak pernah berpikir bagaimana rokok dapat lebih berbahaya dari penyakit mematikan seperti AIDS. Bersebelahan dengan dua orang pelaku seks aktif di luar nikah yang sedang bergumul, tidak membuat kita sakit AIDS. Yang ada mungkin penyakit ingin :p Tapi bersebelahan dengan perokok aktif, dapat menyebabkan gangguan pada janin yang tengah Anda kandung atau penyakit kanker yang telah saya tulis di atas.
Taufik Ismail memang benar adanya. Indonesia adalah surga bagi para perokok. Merokok bisa dimana saja (walo telah ada larangan merokok di tempat umum) dan yang pasti harga rokok relatif murah. Ketika saya menginjakkan kaki di kota London pada tahun 1996, saya cukup takjub melihat satu bungkus Marlboro dua kali lipat seharga merk yang sama di Indonesia.
Tempat publik di Indonesia memang tidak pro bagi orang yang tidak merokok. Padahal, seperti halnya merokok adalah hak perokok, udara bersih juga hak orang-orang yang tidak merokok. Sebut saja Nanggroe Aceh, tempat dimana budaya oral dan nongkrong di warung kopi yang sangat tinggi. Dan tentu saja, nongkrong di warung kopi sambil bersilat lidah tidak akan lengkap tanpa asap rokok. Pemandangan yang tidak aneh, ketika dari luar warung kopi terlihat diliputi asap, karena memang di dalamnya orang-orang sedang membakar rokok. Ruang tanpa asap rokok? Hm, tampaknya itu masih mimpi saya di siang bolong. Dan saya sudah lelah memikirkan regulasi.
Pasti pernah terberesit di pikiran para perokok aktif untuk mengganti rokoknya dengan rokok yang berkada nikotin rendah. Sebuah tindakan permisif dengan asumsi bahwa akan lebih tidak berbahaya. Namun ternyata salah kaprah, karena hal ini ternyata tidak membantu. Mengikuti kebutuhan akan zat adiktif ini, perokok aktif secara sadar atau tidak akan cenderung menyedot asap rokok secara lebih keras, lebih dalam, dan lebih lama. Tentu saja, sudah harga mati bagi para perokok pasif karena tidak ada batas aman bagi orang yang terhembus asap rokok.
Banyak teman-teman saya yang perokok bilang mereka lebih baik tidak makan daripada tidak merokok. Atau tidak bisa dapat ide bila tidak merokok. Atau, merokok sudah menjadi gaya hidup level tertentu. Atau untuk melarikan diri dari stress. Atau menjadikan mereka lebih bisa konsentrasi. Atau alasan lainnya yang memang terdengar masuk akal.
Saya sudah pernah membuat daftar siapa orang-orang yang kira-kira membuat saya cepat mati karena saya terpaksa ikut merokok bersama mereka. Dan sayangnya, saya harus menuliskan nama ayah, pacar, dan beberapa orang sehabat baik saya di daftar panjang itu.
Berhenti bukanlah mustahil. Beberapa orang teman telah membuktikannya. Dengan niat dan kesungguhan hati, benda mematikan ini bisa distop konsumsinya. Berminat keluar dari daftar panjang orang-orang yang berkontribusi pada kematian cepat saya? Terserah Anda!